sergap TKP – SURABAYA
Untuk mengetahui kejiwaan tersangka HL yang diduga mencabuli jemaatnya, Penyidik Polda Jatim berencana akan melakukan pemeriksaan tes kejiwaan terhadap tersangka HL.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, seseorang bisa menjalani proses pemeriksaan ketika dalam keadaan sehat. Baik secara fisik maupun kejiwaan.
“Kalau secara fisik, tersangka sehat. Nah, kalau dari segi kejiwannya, kita masih mau periksa,” ujar Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko di Mapolda Jatim, Kamis (12/3/2020).
Menurut Kabid Humas, Pemeriksaan kejiwaan ini, merupakan hal penting. Sebab, dari hasil pemeriksaan tersebut nantinya akan digunakan untuk mengetahui motif apa yang melatarbelakangi tersangka melakukan pencabulan.
“Apapun hasil dari tes kejiwaan tersebut, akan disampaikan kepada ahli. Nanti ahli yang nantinya akan memutuskan,” kata Kombes Pol Trunoyudo.
Sedangkan, Ketika disinggung kemungkinan adanya korban lain, Kabid Humas menyampaikan jika hingga saat ini belum ada laporan.
“Untuk korban lain sejauh ini belum ada. Kita tunggu apa korban lain yang melapor,” ujar Kombes Pol Trunoyudo.
Perlu diketahui, Terkait kasus dugaan pencabulan, sebelumnya, pada Sabtu (7/3/2020) lalu, Tim penyidik Polda Jatim menangkap seorang oknum pendeta salah satu gereja di Embong Sawo Surabaya, berinisial HL.
Pengungkapan kasus dugaan pencabulan ini, berdasar laporan polisi bernomor LP : LPB/155/II/2020/UM/SPKT tertanggal 20 Februari 2020 lalu. Kasus tersebut dilaporkan oleh perwakilan keluarga korban, Jeannie Latumahina pada Selasa (3/3/2020) lalu.
HL ditangkap di kawasan Perumahan Pondok Tjandra, Waru, Sidoarjo. Sebelum ditangkap, pemuka agama tersebut dikabarkan hendak melarikan diri keluar negeri. HL oleh Polda Jatim ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pencabulan.
Tersangka HL terancam dijerat dengan Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.