sergap TKP – SURABAYA
Salah seorang saksi kasus dugaan pencabulan yang dilakukan Mochamad Subchi Azal Tsani (MSAT), yakni ahli psikologi forensik Reza Indragiri menyebut kualitas kesaksian yang buruk dapat merusak proses persidangan.
Saksi yang juga merupakan anggota Pusat Kajian Pemasyarakatan Poltekip Kementerian Hukum dan HAM ini dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menyebut hakim dapat mengabaikan kesaksian buruk dan menyatakan dakwaan tidak terbukti.
Selepas sidang Reza mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan antara penyikapan hukum dengan penyikapan psikologi forensik terkait kualitas keterangan saksi salah satunya perihal pentingnya keterangan saksi.
“Salah satu alat bukti yang sangat diandalkan adalah keterangan saksi. Tapi psikologi forensik menyanggah itu. Sampai-sampai psikologi forensik menyatakan, barang yang merusak proses sidang atau penegakan hukum atau pengungkapan kebenaran justru keterangan saksi,” ujarnya.
Reza juga menyebut dirinya percaya hasil riset psikologi forensik dan akan bersikap skeptis apabila sebuah proses penegakkan hukum terlalu mengandalkan keterangan saksi. Sebab menurutnya kualitas keterangan saksi yang buruk, dapat mengakibatkan dakwaan batal demi hukum.
“Proses penegakan hukum yang terlalu mengandalkan keterangan saksi, saya memilih untuk menaruh skeptisisme tingkat tinggi. Sebab batal demi hukum, dakwaan tidak terbukti. Karena keterangan saksi sudah disampaikan tapi tidak bisa meyakinkan majelis karena validitas sangat buruk,” ujarnya.
Atas hal tersebut hakim dapat mengabaikan keterangan tersebut karena keterangan saksi tidak kuat. “Kalau majelis teryakinkan dengan keterangan saya, maka boleh jadi hakim menganggap keterangan saksi tidak kuat bisa diabaikan, hakim akan mengabaikan alat bukti itu,” ujarnya.
Menurutnya berdasarkan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) terdapat pasal yang menyatakan bahwa terdapat tiga alat bukti yaitu saksi atau korban, alat bukti lain, dan keyakinan hakim.
“Pertama, tadi saya katakan keterangan saksi termasuk korban validitasnya sangat meragukan, berarti keyakinan hakim tumbang, berarti tinggal satu alat bukti lain, hadirkan ke persidangan ada tidak bahwa sudah terjadi kejahatan seksual itu, kalau tidak ada ya maaf kata, hakim dengan berat hati harus mengatakan tidak terbukti dakwaannya,” ujarnya.
Keterangan saksi yang rapuh umumnya tidak dapat meyakinkan hakim. Ihwal keterangan saksi yang dihadirkan juga menurutnya sangat rapuh hal dan mustahil bisa meyakinkan hakim sebelum menjatuhkan putusan.
“Kita bicara per individu, baik saksi A, B, C dan seterusnya, baik itu pengakuan korban secara umum psikologi forensik sampai pada sebuah kesimpulan bahwa keterangan yang mengandalkan daya ingat manusia itu rapuh serapuh-rapuhnya, itu kata psikologi forensik,” ujarnya.
Kendati demikian, ia juga mengungkapkan jika terdapat korban kejahatan seksual, maka seluruh keperluannya harus terpenuhi. Namun, agar dapat definitif, proses penegakan hukum harus benar.
Sementara itu, Ketua Tim Penasihat Hukum MSAT, Gede Pasek Suardika menyatakan, keterangan ahli ini sangat penting, karena sesuai aspek psikologi yang berperspektif hukum.
“Khususnya, munculnya saksi-saksi yang tidak terkualifikasi sebagai saksi menurut KUHAP. Sementara, beliau sendiri mengatakan kalau jangka waktu yang panjang, distorsi keterangan saksi, menjadi sangat tinggi sekali,” ujarnya.
Ia juga menyinggung data penelitian dari Amerika Serikat, dimana 46 ribu atau sekitar 2 sampai 10% putusan pengadilan adalah untuk orang yang tidak bersalah.
“Maka dapat dibayangkan, dengan kondisi di Indonesia, kita meyakini kalau survei dilakukan, Mas Bechi masuk di angka itSeharusnya, lanjut Gede, hakim memiliki keyakinan tersendiri. Artinya, tidak menjadikan keterangan saksi jadi yang utama.
Disisi lain, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Tengku Firdaus menjelaskan keterangan ahli dianggap cukup mencerahkan pihaknya. Sebab, ahli yang dihadirkan pihak terdakwa hanya menerangkan berbagai hal yang berkaitan dengan teori-teori saja.
“Ada pencerahan dari ahli ini terkait dengan psikologi korban, psikologi pelaku terkait tindak pidana yang terjadi, begitu,” tutupnya.