sergap TKP – SURABAYA
Pengacara Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi, Gede Pasek Suardika menyebut data rekam medis yang di sodorkan jaksa dalam sidang lanjutan kasus dugaan pencabulan dengan terdakwa kliennya banyak kejanggalan.
Dalam sidang kali ini ada dua ahli yang dihadirkan sehingga total ada tiga ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dua sak tersebut yakni dokter pembuat visum dan satu ahli pidana.
Ahli pertama menerangkan soal hasil visum yang dilakukannya dan juga membawa rekam medik dari korban. Menurut saksi ahli, hasil rekam medik ini membuktikan bahwa isinya benar soal visum tersebut.
Namun hal tersebut menuai perdebatan dari pihak terdakwa saat salah seorang ahli menunjukkan ada foto mengenai salah satu organ tubuh korban. Padahal menurutnya, dalam kesaksian korban sebelumnya, ia merasa tidak pernah di foto pada saat visum.
“Ada foto organ korban jadi perdebatan adalah karena saksi korban saat bersaksi itu mengaku ga pernah difoto tapi saksi ahli bilang sudah izin untuk foto,” ujarnya, Senin (12/9/2022).
Pihak terdakwa juga mempertanyakan soal kepastian foto yang ditampilkan oleh ahli apakah memang benar organ milik korban. Sebab saat ditanya perihal filenya, saksi mengaku sudah terhapus.
“Kedua kami tentukan produk foto itu milik yang bersangkutan atau bagaimana?. Saya minta file-nya. Kata saksi sudah dihapus. Katanya foto diambil dengan HP Samsung, saat ditanya mana HP nya supaya bisa kita datangkan ahli digital forensik untuk recovery file, dia bilang HP nya juga sudah hilang,” ujar Gede.
Atas jawaban saksi tersebut, pihaknya menyangsikan validitas rekam medis yang ditampilkan saksi, terlebih tidak ada tanggal pembuatan rekam medik tersebut. “Ini sejak dulu atau baru. Foto organ itu punya siapa saat itu atau setelah itu belum tahu. Apalagi, tidak tertera tanggal pembuatannya,” tegasnya.
Kejanggalan lain yang menurutnya tidak masuk akal juga perihal waktu visum dilakukan. Sebab visum pertama dilakukan pada Agustus 2018 sedangkan korban sendiri baru melaporkan dugaan tindak pidana pencabulan yang dialami olehnya pada Oktober 2019.
“Visum pertama malah sudah ada Agustus 2018. Sementara syarat ada visum adalah adanya laporan dari korban, lalu visum kedua keluar Nopember 2019 dan ada dua jenis visum yang membuat bau rekayasanya sangat kental,” tudingnya.
Sementara itu menanggapi tuduhan pengacara terdakwa, JPU Tengku Firdaus menyatakan alat bukti berupa surat baru di persidangan dan dikuatkan ahli. “Berdasarkan Permenkes, hakim minta JPU hadirkan, lalu terkonfirmasi. Visum 2018, katanya kasus lain. Hakim pilih dan itu sah, dinilai dalam keputusan,” kata Firdaus, Senin (12/9/2022).
Firdaus menjelaskan, jangka waktu antara visum dengan kejadian hampir setahun. Kendati demikian hal tersebut menurutnya tidak masalah. “Visum bisa melihat dan arah robekan, nggak berubah,” ujarnya.