sergap TKP – SURABAYA
Terhitung sejak 28 April 2016, 3 tahun 7 bulan sudah AKBP Teddy Suhendyawan Syarif menjabat sebagai Wakil Direktur Reserse Narkoba (Wadiresnarkoba) Polda Jatim.
Selama itu, berbagai macam pengungkapan kasus narkoba mulai dari jenis obat-obatan berbahaya seperti pil koplo sampai narkoba yang nilainya fantastis seperti golongan ganja, ekstasi, sabu telah berhasil diungkap pihaknya.
Pengungkapan tersebut dilakukan mulai dari barang bukti dibawah satu gram sampai puluhan kilo. Pengungkapan tersebut juga telah menyelamatkan puluhan, ratusan, sampai jutaan jiwa dari bahaya narkotika.
Kendati demikian, pengungkapan kasus narkoba tidaklah semudah mengungkap kasus tindak pidana lainnya, terlebih narkoba sendiri merupakan tindak pidana khusus yang perlu analisis dan ketekunan yang tinggi dalam melacak, menyelidiki, maupun mengungkap kasus narkoba.
Analisa dan ketekunan tersebut menjadi poin yang selalu ditekankan AKBP Teddy Suhendyawan Syarif untuk selalu diasah
seluruh anggota jajaran di Ditresnarkoba Polda Jatim.
Sebab perkara narkoba terkadang memiliki alur yang cukup rumit. Tingkat kesuliatan setiap perkara juga berbeda, sehingga kadang sulit untuk mengetahui dari mana, siapa, dan jaringan mana narkotika tersebut berasal.
“Misalnya ada peredaran narkoba yang dikendalikan oleh jaringan A dan B. Namun tiba-tiba hasilnya bukan jaringan A dan B, melainkan jaringan W dan Z. Jadi saya tekankan kepada anggota untuk terus mengasah kemampuan analisisnya,” kata AKBP Teddy Suhendyawan Syarif di ruangannya, Rabu (13/11/2019).
Perwira yang pertama kali berdinas sebagai KSPK/Pamapta Polresta Bandar Lampung Kota ini mengaku kesulitan yang dirasakan selama berdinas di Ditresnarkoba Polda Jatim adalah terkait sumber daya manusia (SDM).
Untuk itu pihaknya selalu menekankan anak buahnya untuk mengasah kemampuan analisis. Terlebih Jatim merupakan wilayah yang dinamis dan hal ini menjadi tantangan tersendiri.
“SDM nya masih harus terus diasah kompetensinya, terutama kompetensi menganalis suatu kasus. Karena untuk menganalisa jaringan-jaringan narkoba harus butuh kemampuan sendiri. Sehingga apa yang dianalisi tidak akan meleset dari yang dianalisisnya,” bebernya.
Bahkan menurutnya pola yang digunakan dalam jaringan narkoba di Jatim menerapkan sistem jaringan terputus. Walau demikian pihaknya mengakui saat ini fokus peredaran narkoba rata-rata dikendalikan di dalam Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) yang bisa jadi menerapkan sistem terputus.
Sistem pengirimannya barang-barang haram tersebut juga sangat beragam mulai dari yang terbanyak melalui jalur darat, kemudian disusul jalur udara, sampai melalui jalur laut.
Hal ini yang menjadi tantangan bagi aparat Ditresnarkoba Polda Jatim. Kasus-kasus semacam ini menuntut anggota untuk terus konsentrasi melihat perubahan maupun pola-pola yang digunakan jaringan narkoba ini.
Alumnus Akpol angkatan 1994 menyebut saat ini di Indonesia peredaran narkotika didominasi oleh jaringan Aceh dan Madura, sedangkan untuk barangnya sendiri rata-rata paling banyak berasal dari jaringan internasional terutama negara-negara terdekat seperti Malaysia, Bangkok (Thailand), Myanmar, dan Kamboja.
Salah satu pengungkapan terakhir yang dilakukan oleh pihaknya adalah kasus peredaran narkotika jenis sabu jaringan internasional yang menggunakan motif diselundupkan melalui kemasan teh cina.
“Seperti hasil ungkap anggota pada Oktober lalu, kami berhasil mengungkap peredaran 6,9 kilogram sabu yang dimasukkan atau dibungkus dalam kemasan teh cina,” imbuh mantan Kapolres Sumbawa Barat tersebut.
Jadi analisis dan ketekunan tersebut mutlak harus dimiliki oleh personel Ditresnarkoba, sebab analisis dan ketekunan tersebut sangat berguna guna mengungkap jaringan narkoba yang menjadi TO (Target Operasi) yang tidak barang memakan waktu sampai berbulan-bulan lamanya.
“Anggota melakukan pembuntutan sampai pada penyelidikan sekitar tiga bulan. Untuk itu dibutuhkan analisis yang cakap, serta ketekunan dalam mengungkap kasus narkoba ini,” tutup Teddy.