sergap TKP – JAKARTA
Sebanyak enam jurnalis yang ditangkap polisi saat meliput demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jakarta, akhirnya dipulangkan dari Markas Polda Metro Jaya.
Dari enam jurnalis yang ditangkap polisi dan telah dipulangkan tersebut, Dua orang di antaranya ternyata berasal dari media NTMC Polri.
Tim advokasi dari Lembaga Bantuan Hukum Pers yang mendampingi para jurnalis itu menyampaikan enam orang telah dibebaskan sekitar pukul 20.30 WIB, Jumat (9/10/2020). Mereka terdiri dari seorang jurnalis Merahputih.com, 1 dari Radar Depok, 2 dari Berdikari, dan 2 dari NTMC Polri.
“Total 6 orang. Dua orang dari NTMC,” kata Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin, Jumat (9/10/2020) malam.
Sepanjang demo menolak Omnibus Law di Jakarta pada Kamis (8/10/2020), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan LBH Pers mencatat sedikitnya tujuh jurnalis menjadi korban kekerasan aparat kepolisian dan penangkapan sewenang-wenang.
Salah satunya dialami seorang jurnalis Merahputih.com, Ponco Sulaksono. Dia menjadi sasaran amuk polisi sebelum ditangkap aparat. Ponco sempat dikabarkan ‘hilang’ beberapa jam, namun akhirnya diketahui telah dibawa ke Polda Metro Jaya.
Sementara Aldi, jurnalis Radar Depok, yang merekam momen Ponco keluar dari mobil tahanan, ikut diciduk polisi. Dia sempat bersitegang dengan aparat.
Selain penangkapan, dua jurnalis lainnya mengalami kekerasan dan intimidasi yakni Thohirin, jurnalis CNNIndonesia.com yang mengaku dipukul kepalanya oleh oknum polisi saat meliput di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Dan Peter Rotti jurnalis Suara.com yang menjadi sasaran kemarahan oknum polisi lantaran merekam aksi aparat sedang mengeroyok demonstran. oknum polisi yang mengetahui hal itu sontak meminta paksa kamera Peter.
Peter awalnya sempat menolak, namun oknum polisi tersebut kemudian justru merampas kamera dan mengambil kartu memori di dalamnya. Dia bahkan ikut diseret, dipukul, dan ditendang segerombolan oknum polisi.
Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani menilai penganiayaan serta menghalangi kerja jurnalis oleh polisi merupakan pelanggaran Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sesuai Pasal 18 ayat 1, ancaman pidana bagi pelaku pelanggaran tersebut adalah penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
“Polri wajib mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan personel kepolisian terhadap jurnalis dalam peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja; serta menindaklanjuti pelaporan kasus serupa yang pernah dibuat di tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono berkomentar soal aksi pemukulan dan tindak kekerasan terhadap jurnalis saat meliput aksi demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Argo berdalih, ketika situasi mulai chaos, anggota kepolisian pun fokus melindungi dirinya.
“Memang kita seharusnya menjunjung dan melindungi wartawan, tapi karena situasinya chaos dan anarkis anggota juga melindungi dirinya sendiri,” kata Argo di Mabes Polri, Jumat (9/10/2020).