sergap TKP – NGAWI
Hampir genap setahun masa kepemimpinannya, Danyonarmed 12/Divif 2 Kostrad, Mayor Arm Ronald F Siwabessy selalu memiliki cara yang unik, dalam pembinaan terhadap prajuritnya.
Seperti halnya kali ini, dengan Jargon Six Second Pause. Dirinya mengajak prajuritnya untuk dapat meredam emosi dengan mengedepankan logika. Sejenak mungkin kita akan bertanya-tanya apa sih Six Second Pause itu??
Ditemui di ruangan kerjanya, almamater Mayor Arm Ronald mengatakan beberapa waktu belakangan ini, kita dipertontonkan dengan kejadian-kejadian sepele yang diakibatkan oleh emosi sesaat namun cukup berakibat fatal.
“Banyak hal-hal yang semestinya dapat dihindari, jika seandainya kita memilih keputusan berbeda, yang mengedepankan akal sehat dan pikiran positif,” ungkapnya. Jumat, 14 Juni 2019.
Bukan hanya di dunia nyata, kata Ronald, di media sosial pun banyak sekali hal-hal yang dilakukan tanpa memikirkan dampak yang muncul akibat suatu tindakan.
“Kecilnya tombol share atau bagikan pada layar sentuh piranti komunikasi, berbanding terbalik dengan begitu besarnya dampak yang timbul oleh karena emosi sesaat tersebut,” ungkapnya.
Perwira Menengah TNI-AD yang meraih gelar S2-nya di Webster University, Amerika Serikat itu menambahkan, kata bijak penyesalan selalu datang terlambatsepertinya menjadi antithesis akan suatu akhir dari sebuah upaya penyelesaian masalah yang terbungkis dengan emosi di awal cerita.
Abituren Akademi Militer tahun 2002 ini menambahkan, bagian otak yang memegang peranan penting terhadap emosi manusia ialah Amygdala. Amygdala, berdasarkan fungsinya dapat dikatakan sebagai alarm otak.
“Pada kondisi emosional, amygdala mengidentifikasi semua informasi yang masuk melalui panca indra dan mengirimkan sinyal ke semua bagian otak untuk bersiap memberikan respons terhadap info yang masuk tersebut. Fungsi amygdala ini ditemukan oleh Joseph Le Doux, New York University,” jelasnya.
Pada saat marah, jelas Danyonarmed, Amygdala bekerja puluhan ribu kali lebih cepat dibandingkan otak besar. Oleh karena itu, logika dikalahkan oleh emosi, dan saat itulah emosi tercetus.
“Untuk mencapai kecepatan yang sama dengan amygdala, otak besar sebagai pengampu logika butuh waktu 6 detik. Dengan demikian cara mengatasinya adalah berhenti dari kegiatan kita selama 6 detik, dengan cara membayangkan 6 hal yang menyenangkan atau 6 hal lain apa saja yang bersifat non-eksak, misalnya dengan mengingat dan menyebutkan 6 nama teman wanita yang cantik, 6 nama binatang peliharaan atau buah-buahan dan lain sebagainya. Hal inilah yang disebut “Metode Six Second Pause,” ujarnya.
Sebelum mengakhiri penjelasannya mengenai Six Second Pause, Perwira kelahiran Kota Ambon itu menjelaskan jika Tidak ada satu orang pun yang bisa merubah masa yang telah lalu, namun setiap orang bisa merubah masa depannya.
Demikianlah kita bisa menghindarkan kesukaran di masa yang akan datang dengan menyeimbangkan antara emosi dan logika di masa kini,” bebernya.