sergap TKP – SURABAYA
Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) melalui Subdit V Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) berhasil membongkar kasus jual beli hasil rapid test antigen palsu.
Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Pol Farman menjelaskan dalam kasus ini pihaknya mengamankan seorang mahasiswa asal Kabupaten Jember berinisial IB (24).
“Kasus ini bermula dari laporan masyarakat bahwa ada jual beli surat rapid test antigen tanpa pemeriksaan medis di Facebook,” kata Kombes Farman saat rilis kasus di Ruang Conference Humas Mapolda Jatim, Surabaya, Senin (11/1/2021).
Lebih lanjut, Kombes Farman menjelaskan pihaknya kemudian melakukan penyelidikan dan kemudian mendapati tersangka yang merupakan warga Dusun Krajan, Jombang ini surat rapid hasil test antigen palsu.
Farman mengungkapkan bahwa aksi tersebut telah dilakukan oleh tersangka selama lebih dari satu bulan. “Tersangka sudah melakukan tindakan ini mulai dari awal Desember,” terangnya.
Kasus ini sendiri bermula ketika IB menjadi panitia pengawas kecamatan Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Pilkada 2020. Saat itu salah satu syarat untuk menjadi petugas TPS adalah mempunyai surat bebas Covid-19.
Pada saat itulah terdapat sebanyak 24 petugas TPS setempak yang ternyata saat di rapid test hasilnya reaktif. “Oleh yang bersangkutan dibuatkan 24 lembar hasil rapid test antigen tanpa pemeriksaan medis,” imbuh Farman.
Surat hasil rapid test antigen palsu tersebut oleh pelaku di jual satuannya seharga Rp 50 ribu. Bahkan agar terlihat lebih meyakinkan surat itu dibuat dengan mengatasnamakan Klinik Nurus Syifa yang ada di Jember.
Melihat adanya potensi keuntungan dari jual beli hasil rapid test antigen palsu tersebut, IB kemudian menawarkan jasanya melalui akun media sosial Facebook miliknya.
Selanjutnya karena aksi jual beli tersebut menggiurkan, IB pun menawarkan jasa surat rapid test antigen abal-abal ini di Facebook miliknya. IB juga menaikan harga yang dipatok dari Rp 50 ribu menjadi Rp 200 ribu.
Total sebanyak 44 lembar surat hasil rapid test antigen palsu yang dijual oleh IB. “24 untuk pengawas TPS, 20 lembar untuk kepentingan lain apakah untuk perjalanan darat/udara,” tambah Farman.
Dalam kasus ini IB dijerat Pasal 51 Juncto Pasal 35 UU ITE dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 12 miliar. IB juga dikenakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dengan ancaman pidana penjara enam tahun.